Freemasonry adalah sebuah organisasi persaudaraan yang telah eksis di dunia selama berabad-abad. Di Indonesia, sejarah Freemasonry memiliki perjalanan panjang yang dimulai dari zaman kolonial hingga era modern. Organisasi ini telah menghadapi berbagai dinamika, baik dari sisi sosial, politik, maupun budaya. Artikel ini akan mengulas sejarah Freemasonry di Indonesia, dari kedatangannya pada masa penjajahan Belanda hingga peranannya pada masa kemerdekaan dan saat ini.
Freemasonry Masuk ke Indonesia pada Masa Kolonial
Freemasonry pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke-18, tepatnya ketika Belanda masih menguasai negeri ini. Organisasi ini diperkenalkan oleh orang-orang Belanda yang tergabung dalam loge-loge (kelompok) Freemasonry. Di Jakarta, saat itu dikenal adanya loge “L’Union” yang dibentuk oleh orang-orang Eropa dan memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan sosial serta solidaritas antar anggota.
Pada masa penjajahan Belanda, Freemasonry sangat terkait dengan kalangan elit kolonial dan juga sebagian kecil pribumi yang menduduki posisi tinggi dalam pemerintahan. Peran Freemasonry pada masa ini lebih banyak terkait dengan gerakan sosial yang cenderung berorientasi pada kebebasan berpikir, penghapusan ketidakadilan, dan peningkatan kesejahteraan. Namun, pada waktu itu, keberadaan Freemasonry sempat mendapatkan perhatian besar karena dianggap mengancam kekuasaan kolonial Belanda.
Perkembangan Freemasonry di Indonesia Pada Era Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka pada 1945, Freemasonry sempat mengalami masa-masa yang penuh tantangan. Pemerintah Indonesia pada waktu itu, yang dipimpin oleh Presiden Sukarno, melihat Freemasonry sebagai organisasi yang terhubung dengan kekuatan asing, serta memiliki potensi untuk memengaruhi politik dalam negeri.
Pada tahun 1961, di bawah pemerintahan Sukarno, pemerintah Indonesia secara resmi melarang kegiatan Freemasonry melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 1961. Keputusan ini diambil dengan alasan bahwa Freemasonry dianggap sebagai organisasi yang dapat merusak persatuan bangsa dan berpotensi menumbuhkan ketidakstabilan. Akibatnya, banyak loge-loge Freemasonry yang terpaksa dibubarkan, dan anggotanya pun mengalami kesulitan dalam melanjutkan aktivitas mereka.
Namun, meskipun secara hukum dilarang, Freemasonry tetap ada di Indonesia, meskipun aktivitasnya menjadi sangat terbatas dan sulit untuk dilacak. Keberadaannya hanya diketahui oleh sebagian kecil masyarakat yang masih mempertahankan tradisi dan nilai-nilai Freemasonry.
Freemasonry di Indonesia Saat Ini
Pada era reformasi, khususnya setelah tahun 1998, kebebasan berorganisasi mulai diperkenalkan kembali di Indonesia. Meskipun Freemasonry tidak sepenuhnya terlegalisasi, saat ini terdapat beberapa kelompok yang kembali menyatakan eksistensinya, meskipun dengan sangat hati-hati. Peran Freemasonry kini lebih terfokus pada aspek sosial dan kultural daripada aktivitas politik.
Saat ini, Freemasonry di Indonesia lebih terbuka terhadap prinsip-prinsip universal seperti persaudaraan, kebebasan, dan solidaritas. Sebagian anggota Freemasonry kini terdiri dari individu-individu yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk kalangan profesional dan intelektual. Organisasi ini lebih berfokus pada kegiatan amal dan sosial, seperti penyelenggaraan kegiatan pendidikan, penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Namun, meskipun sudah mengalami perubahan, keberadaan Freemasonry masih sering dipandang dengan kecurigaan oleh sebagian kalangan masyarakat, terutama yang tidak mengetahui banyak tentang kegiatan dan prinsip-prinsip organisasi ini. Meskipun demikian, Freemasonry tetap memiliki pengikut setia yang percaya pada nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh organisasi ini, seperti kebebasan berpikir, kesetaraan, dan kemanusiaan.