Sekitar satu juta warga Palestina telah ditangkap pasukan Israel terhitung sejak Perang Timur Tengah 1967. Ini merupakan perhitungan dari LSM lokal pada Sabtu (5/6/2021) lalu. Commission of Detainees and Ex Detainees Affairs mengatakan bahwa di antara jumlah itu, ada puluhan ribu anak dan wanita.
"Sekitar 17.000 perempuan dan anak perempuan dan 50.000 anak anak termasuk di antara mereka yang ditahan," kata Commission of Detainees and Ex Detainees Affairs dalam sebuah pernyataan. Dilansir , LSM itu mengatakan, lebih dari 54.000 perintah penahanan administratif dicatat sejak 1967. Kebijakan penahanan administratif memungkinkan pihak berwenang Israel memperpanjang penahanan seorang tahanan tanpa tuduhan atau pengadilan.
"Sebanyak 226 tahanan tewas di dalam penjara Israel sejak 1967," tambahnya. LSM tersebut mengatakan, semua yang ditahan mengalami "beberapa bentuk penyiksaan fisik atau psikologis, pelecehan moral, dan perlakuan kejam." Diperkirakan ada 4.500 warga Palestina yang diyakini ditahan di penjara Israel.
Di antaranya adalah 41 wanita dan 140 anak di bawah umur. Sementara itu, diduga ada 440 tahanan administratif, menurut data yang dikumpulkan organisasi hak hak tahanan ini. Selama Perang Timur Tengah 1967, Israel menduduki sejumlah wilayah Palestina.
Di antaranya yaitu Tepi Barat, Yerusalem Timur, Dataran Tinggi Golan Suriah, dan Semenanjung Sinai Mesir. Namun, Semenanjung Sinai Mesir kemudian dikembalikan ke Mesir di bawah kesepakatan damai 1979 dengan Israel. Baru baru ini, polisi Israel menangkap jurnalis wanita dari Al Jazeera, Givara Budeiri.
Givara Budeiri kemudian dibebaskan dari tahanan setelah beberapa jam ditangkap saat meliput demonstrasi di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur. Selain menyerang Budeiri pada Sabtu (5/6/2021) lalu, polisi juga merusak alat liputan dari juru kamera Nabil Mazzawi. "Mereka datang dari mana mana, saya tidak tahu mengapa, mereka menendang saya ke dinding," katanya setelah dibebaskan.
"Mereka menendang saya di dalam mobil dengan cara yang sangat buruk, mereka menendang saya dari berbagai arah," jelas Budeiri. Budeiri telah bekerja sebagai jurnalis untuk Al Jazeera sejak tahun 2000. Dia mengenakan jaket antipeluru bertuliskan "Pers" ketika ditangkap dan memegang kartu Kantor Pers Pemerintah Israel (GPO).
Namun, dirinya mengaku diperlakukan seperti penjahat ketika dibawa ke kantor polisi. Dia juga dilarang melepas jaket antipeluru atau menutup mata. Budeiri mengaku dirinya dituduh menendang seorang tentara wanita, yang kemudian ia bantah.
Budeiri mengatakan, dia dibebaskan dengan syarat tidak memasuki Sheikh Jarrah selama 15 hari. "Pembungkaman jurnalis dengan meneror mereka telah menjadi kegiatan rutin bagi otoritas Israel seperti yang disaksikan dalam beberapa pekan terakhir di Gaza dan Yerusalem yang diduduki," kecam Mostefa Souag, penjabat direktur jenderal Jaringan Media Al Jazeera. Pada 15 Mei lalu, Israel menghancurkan gedung di Jalur Gaza yang berisi kantor media Al Jazeera dan outlet lainnya selama pemboman 11 hari.